Menepati Janji (Sebuah Renungan)
Menepati Janji
Allah SWT telah berfirman dalam sebuah ayat yang artinya, "Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan hanya kepada-Kulah kamu harus takut (tunduk)."
Dinul Islam sejak kedatangannya mempunyai tujuan yang indah, yaitu membangun masyarakat yang ideal penuh dengan keutamaan, jauh dari kehinaan, saling tolong menolong atas dasar taqwa dan kebaikan, serta saling berwasiat dengan kesabaran dan kebenaran. Dinul Islam juga mengajarkan agar setiap muslim menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Dan di antara akhlak yang mulia itu adalah menepati janji. Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kalian beribadah kepada selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin."
Menepati janji Allah dan rasul-Nya adalah pokok pondasi dari semua janji. Bila seseorang berhasil menepati janji Allah dan rasul-Nya, maka ia akan berhasil pula dalam menepati janji lainnya. Sebaliknya, bila ia gagal memenuhi janji Allah dan rasul-Nya, maka ia adalah orang yang tidak lagi memiliki janji dan keimanan. Karena, antara janji dan keimanan saling berhubungan.
Berdasarkan ayat dari surat Al-Baqarah di atas, yang dimaksud dengan janji Allah adalah beribadah hanya kepada-Nya. Adapun yang dimaksud dengan janji rasul adalah mengikuti perjalanan, sirah, dan konsep kehidupannya. Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: 'Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya'. Allah berfirman: 'Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu'? mereka menjawab: 'Kami mengakui'. Allah berfirman: 'Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersamamu'."
Tidak diragukan lagi, menepati janji selain tanda dari keistiqamahan, ia juga merupakan tiang dari kepercayaan seseorang. Kalau menepati janji tidak ada, maka istiqamah dan kepercayaan juga tidak ada. Allah SWT berfirman: "(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." Dalam sisi lain, Islam juga mencela bagi mereka yang menghianati amanat. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya binatang(makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (Yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dengan mereka, sesudah itu mereka menghianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya)."
Ada ungkapan yang menyebutkan bahwa janji itu adalah hutang. Oleh karena itu harus dipenuhi. Disamping itu, janji juga akan diminta pertanggungjawabannya. Allah SWT berfirman, "Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung jawabannya." Atau, dalam firman-Nya yang lain, "Dan tepatilah perjanjian dengan Allah, apabila kalian berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) sesudah meneguhkannya."
Oleh karena itu, siapa saja yang telah berjanji kepada sesama manusia, entah itu berkenaan dengan janji membayar hutang, memenuhi undangan, berkumpul di suatu tempat dan sebagainya, maka janji-janji itu harus dipenuhi dan tak boleh diingkari. Rasulullah saw bersabda, "Ada tiga hal, siapa yang berada di dalamnya, maka dia adalah orang munafik, meskipun dia salat, puasa, haji, berkata bahwa dirinya adalah seorang muslim. Tiga hal tersebut adalah: apabila berbicara berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan apabila diberi amanat, berkhianat."
Termasuk menepati janji yang perlu diperhatikan adalah membayar hutang. Karena, membayar hutang memiliki kedudukan yang kuat di sisi Allah SWT. Maka, siapa yang telah berhutang, hendaklah ia berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi hutang tersebut, dan Allah akan menjamin pelunasan hutangnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda, "Tiga hal yang merupakan kewajiban Allah untuk memberikan pertolongan, yaitu seorang budak mukatab yang berusaha melunasi dirinya, orang yang menikah karena menjaga kehormatan dan orang yang berjihad di jalan Allah."
Hadis di atas memberi kejelasan bahwa Allah memberi udzur bagi orang yang kesulitan membayar hutang karena kondisi yang sulit atau karena adanya musibah. Adapun bagi mereka yang mampu melunasi, tetapi tidak segera membayarkannya, maka hal ini termasuk sikap meremehkan dan kemewahan yang dibenci. Sementara, mereka yang berhutang dan berniat tidak mengembalikannya, ini termasuk orang yang merusak janji. Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang mengambil harta manusia, karena ingin ditunaikan kepada yang berhak, niscaya Allah akan menyampaikannya. Namun barangsiapa mengambil harta manusia karena ingin dihilangkannya. Maka Allah akan menghilangkannya."
Karena itu, marilah kita takut kepada Allah dan marilah kita penuhi janji-janji dan marilah kita melaksanakan amanat. Rasulullah saw bersabda, "Tidak ada iman bagi yang tidak melaksanakan amanat, dan tidak ada dien bagi yang tidak memenuhi janji."
Wallahu a'lam bishshawab.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda