Minggu, 05 Januari 2014

DEFINISI FILSAFAT

A . Pendahuluan
Setiap orang mungkin akan memberikan jawabannya sendiri apabila dihadapkan pada pertanyaan “apakah hakikat filsafat itu?”. Pertanyaan tentang hakikat filsafat telah diajukan semenjak ribuan tahun yang silam dan sampai saat ini masih tetap dipertanyakan. Beragam jawaban telah diberikan sebagai usaha untuk menjelaskan apakah sesungguhnya filsafat itu, namun tidak pernah ada jawaban yang dapat memuaskan semua orang. Kondisi ini disinyalir berimbas pada kekaburan pengertian filsafat yang hendak dijelaskan karena begitu beragamnya jawaban yang ditawarkan.
Faktanya dalam kehidupan sosial masih banyak orang yang mengganggap filsafat merupakan sesuatu yang serba rahasia, mistis, supra-natural, dan aneh. Ada juga melihat filsafat sebagai percampuran antara astrologi, psikologi, dan teologi. Asumsi lainnya ialah bahwa filsafat merupakan ilmu yang paling istimewa karena ia merupakan mater of scientiarum atau induk dari segala ilmu. Alhasil, sebagian orang memahami filsafat hanya bisa dipelajari oleh orang-orang jenius atau mereka yang memiliki tingkat intelektual extra ordinary.
Pada sisi yang berbeda, ada orang yang memandang filsafat tidak penting untuk dipelajari.` Mereka menganggap filsafat hanyalah “omong kosong” yang tidak memiliki ruang kegunaan praksis. Bahkan, bagi mereka yang setengah-hati mengakuinya sebagai “ilmu”, mereka membayangkan filsafat sebagai sejenis ilmu yang “mengawang” tanpa sebuah pijakan nyata yang bisa dipertanggungjwabkan secara ilmiah.
Di tengah kesimpangsiuran pengertian filsafat tersebut, seringkali kita mengatakan atau mendengar ungkapan: “Filsafat hidup saya adalah…” atau “keberhasilan orang itu tidak lepas dari filosofi yang dianutnya…”. Tentunya “filsafat” dan “filosofi” pada ungkapan di atas pengacu pada sikap, prinsip, dan gagasan yang dianut oleh seseorang dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia.
Sebenarnya, beragam kekeliruan dan kesalahpahaman di atas menunjukkan ketidaktahuan atau pemahaman yang terfragmentasi tentang pengertian filsafat. Lebih lanjut, ketidaktahuan dan pengetahuan yang dangkal tersebut akan melahirkan penafsiran yang menyesatkan terhadap filsafat. Padahal jika filsafat ditelaah dengan serius dan mendalam, ia akan semakin digandrungi, semakin memikat, dan semakin menggugah sesorang untuk mengetahuinya. Oleh karena itu, untuk memahami hakikat filsafat kita harus menelaah dari pelbagai aspek dan dimensi, yakni: tinjauan etimologis yang menelaah filsafat dari asal usul katanya dan tinjauan terminologis yang mengkaji filsafat dari sudut pemakaian istilahnya, serta definisi yang diajukan oleh para filsuf itu sendiri.
Secara etimologis kata “filsafat” merupakan kata turunan dari “philosophia” dalam bahasa Yunani. Ia merupakan kata majemuk dari “philos” yang berarti cinta atau “philia” yang memiliki arti “persahabatan” atau “tertarik kepada” dan “sophos” yang berarti kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, dan intelegensi. Singkatnya, “philosophia” ialah cinta kebijaksanaan atau sahabat pengetahuan.[2]Istilah “philosophia” telah di-indonesiakan menjadi “filsafat”, yang mempunyai ajektiva atau kata sifat “filsafati”, dan “filsuf” yang merupakan kata untuk menunjuk pada orangnya. Ada juga orang yang lebih menyukai sebutan “filosofi”, yang memiliki kata sifat “filosofis”, dan “filosof” untuk mengacu kepada orangnya.[3]
Secara historis, istilah filsafat digunakan oleh Phytagoras (sekitar abad ke-6 SM). Saat diajukan pertanyaan apakah ia seorang yang bijaksana, dengan penuh kerendahan hati Phytagoras menjawab bahwa ia hanyalah “philosophos” atau orang yang mencintai kearifan.[4] Namun keabsahan kisah tersebut diragukan karena pribadi dan kegiatan Phytagoras bercampur dengan berbagai legenda. Berdasarkan sumber lain, Heraklitus dianggap sebagai orang yang pertama mempergunakan istilah “philosophos” tersebut..[5] Terlepas dari perdebatan kapan pertama kali istilah “philosophia” atau “philosophos” pertama kali dipergunakan dan diperkenalkan oleh seseorang, yang jelas istilah kedua istilah tersebut, telah populer dipergunakan oleh masyarakat Yunani pada masa Sokrates dan Plato.[6]
Secara terminologis, Filsafat berbanding lurus dengan watak dan fungsinya, setidaknya memiliki arti sebagai berikut:[7]
1) Filsafat adalah seperangkat sikap dan keyakinan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.Definisi ini merupakan arti yang informal tentang filsafat. Misalnya, ungkapan “filsafat saya adalah…” mengacu pada sikap pembicara yang informal terhadap apa yang dibicarakan.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi oleh seseorang. Pengertian ini menunjuk pada arti yang formal yakni “berfilsafat”. Dalam konteks ini filsafat memiliki dua arti yakni “memiliki dan melakukan”, keduanya tidak dapat dipisahkan secara tegas antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena seseorang tanpa mempunyai suatu filsafat tertentu dalam arti yang formal dan personal, ia tidak akan mampu berfilsafat dalam arti kritis dan refleksif. Kendati demikian, memiliki filsafat tidak cukup untuk melakukan filsafat atau berfilsafat. Suatu sikap filsafati yang benar adalah sikap kritis dan mencari. Yakni sikap terbuka, toleran, dan mau untuk melihat segala sudut persoaln tanpa prasangka. Jadi, berfilsafat tidak hanya berarti “membaca dan mengetahui filsafat”. Tetapi lebih dari itu, seseorang dituntut untuk berargumentasi dan menganalisa persoalan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, sehingga ia dapat berfikir dan merasakan secara filsafati.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Ini berarti bahwa filsafat berusaha untuk melihat persoalan melalui kombinasi seluruh ilmu dan pengalaman kemanusiaan sebagai suatu perspektif yang konsisten. Jadi, seorang filsuf ingin melihat kehidupan, tidak hanya dalam kaca mata seorang seniman, atau seorang pengusaha, atau seorang seniman, tetapi melampaui itu semua ia ingin memahami hidup dalam beragam sudut pandang yang menyeluruh.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasam tentang arti kata dan konsep. Ini merupakan suatu fungsi filsafat. Hampir segenap filsuf mempergunakan metoda analisis tertentu untuk menjelaskan arti istilah danpemakaian bahasa. Namun ada sekelompok filsuf yang memiliki keyakinan bahwa hal tersebut merupakan tugas filsafat terutama, bahkan lebih dari itu ada beberapa filsuf yang memandang hal tersebut sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Mereka adalah para filsuf yang mempunyai pendirian bahwa filsafat ialah suatu bidang khusus yang mengabdi pada sains (ilmu) dan memberikan deskripsi tentang bahasa, bukan suatu bidang yang luas yang menelaah tentang segala dimensi pengalaman kemanusiaan.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat. Pada konteks ini filsafat dianggap sebagai sesuatu yang mendorong penyelidikan mendalam terhadap persoalan-persoalan eksistensi manusia. Misalnya, “siapakah aku?”, “dari manakah aku dan kemana tujuan hidupku?”, “apakah itu kebenaran?”, “apakah itu keindahan”, dan lain sebagainya. Semua pertanyaan itu bersifat filsafati, usaha untuk memperoleh jawaban dan pemecahan terhadapnya telah melahirkan pelbagai teori dan system pemikiran seperti: idealisme, realisme, pragmatisme, eksistensialisme, filsafat analitik, dan fenomenologi.
Begitulah beberapa pengertian filsafat secara umum. Perlu dicatat bahwa kelima definisi yang diutaran di atas mungkin salah satu atau dua diantarannya ditolak oleh seorang filsuf tertentu berdasarkan keunikan sistem pemikiran tokoh tersebut. Oleh karena itu, lebih lanjut akan diketengahkan beberapa pandangan filsuf terkait dengan persoalan sekitar filsafat yang bersifat khas bagi mereka, yakni antara lain:
1) Sokrates[8], pengetahuan tentang diri sendiri melalui pencapaian kejelasan konseptual sebagai fungsi filsafat.[9]
2) Plato[10], berpendapat bahwa filsafat ialah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni, atau penyelidikan tentang seba-sebab dan dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada.[11]
3) Aristoteles[12], mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa berusaha mencari prinsip-prinsip dan penyeba-penyebab dari realitas yang ada. Ia juga mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang berusaha mempelajari “peri ada selaku peri ada” (being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya” (being as such).[13]
4) Descartes[14], filsafat ialah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.[15]
5) Hegel[16], berangggapab bahwa filsafat bertugas mendeduksi kategori-kategori. Maksudnya, ide-ide pokok untuk penafsiran hakikat semua hal. Melalui sejarahnya filsafat menghadirkan kebenaran mutlak dalam bentuk mutlak.[17]
Begitulah pengertian filsafat secara etimologis, terminologis, dan definisi yang diberikan oleh para filsuf. Sebenarnya jika ditelah lebih lanjut masih banyak pengetian yang diberikan oleh para filsuf, karenanya tidak berlebihan ada sebuah anggapan bahwa jumlah definisi filsafat berbanding seimbang dengan jumlah para filsuf itu sendiri. Gagasan dan definisi yang begitu kaya tersebut tidak perlu membingungkan, melainkan sebaliknya justru menampakkan betapa luas ranah filsafat sehingga ia bisa bergerak dengan luwes dan leluasa. Sedangkan perbedaan-perbedaan definisi yang diajukan ahli-ahli filsafat merupakan keharusan filsafat, karena kesamaan definisi dan konsep yang diajukan para filsuf justru akan membawa stagnasi pada filsafat itu sendiri.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda