Senin, 31 Maret 2014

Lagu Terakhir Untuk Anis



Sudah hampir dua jam Anis mondar-mandir mengelilingi kamarnya, gadis ini terlihat sangat gelisah. Berulang kali dia melirik hp kecil yang ada di tempat tidurnya, tapi tak ada satu pun pesan masuk yang tampak di hp itu.
“Kamu kemana, sih? Kok sms ku nggak di balas-balas” gerutu Anis sambil memencet nomer telepon dengan cepat.
Sebelum Anis sempat menelpon, sebuah SMS masuk dan di layar ponsel itu tertulis My Prince. Secepat kilat dia membuka SMS itu lalu membacanya dengan tidak sabar. Ternyata orang yang selama ini dia tunggu itu baru saja selesai bertanding dalam turnamen voli. Setelah membalas SMS itu, Anis memejamkan matanya untuk tidur, karena malam telah larut.
Keesokan harinya…
Seperti biasa, Anis selalu mengirimkan ucapan selamat pagi pada kekasihnya sebelum dia berangkat kuliah. Namun, hatinya kembali tak tenang ketika sang kekasih belum juga membalas SMS-nya hingga sore hari. Berkali-kali dia mengirimkan SMS, hingga akhirnya balasan yang ditunggu datang.
-aku udah sholat dan makan kok-
Anis langsung membalas SMS itu, tapi setelah beberapa kali SMS-an, dia merasa ada yang aneh dengan pesan dari kekasihnya itu. Hingga akhirnya dia tahu kalau ternyata yang membalas SMS itu bukanlah Ruri pacarnya, tapi temannya. Hal itu membuat Anis sangat marah dan tidak membalas SMS itu lagi. Dia berharap pacarnya akan menghubunginya dan meminta maaf langsung padanya.
Tapi pertengkaran itu malah berlanjut hingga malam hari. Meskipun Ruri telah meminta maaf, tapi Anis masih juga kesal dengan sikap Ruri yang tidak mau membalas SMS-nya. Dan malam itu pun berakhir tanpa ada SMS dari keduanya.
Pertengkaran kedua pasangan itu berakhir dengan kata putus yang dikirimkan lewat SMS oleh Ruri. Hal itu membuat Anis yang sejak awal sudah sedih akhirnya menangis di depan sahabat-sahabatnya. Dia tidak menyangka pacar yang selama ini sangat dicintainya ternyata tega memutuskan hubungan mereka begitu saja. Namun, setelah mendengar alasan Ruri yang sudah merasa tidak nyaman lagi dengan dia, Anis akhirnya menerima keputusan itu dengan hati yang hancur.
Malam harinya, Anis yang masih stres dengan kenyataan yang menyakitkan itu mendadak jatuh sakit. Tubuhnya demam dan kadang dia menggigil. Dia berharap Ruri akan menghubunginya dan bilang kalau mereka tidak jadi putus. Tapi harapan itu, hanya menjadi harapan semata, karena tak satu pun SMS dari Ruri yang masuk ke hp-nya.
* * *
Sudah hampir seminggu Anis sakit, hingga akhirnya dia harus di rawat di rumah sakit. Tapi kondisinya belum juga membaik. Maag yang selama ini di derAnisnya ternyata sudah sangat parah hingga menimbulkan pendarahan. Dokter pun mengatakan kalau salah satu faktor yang menyebabkan penyakit Anis semakin parah adalah stres yang dialaminya hingga membuat kondisi tubuhnya menurun.
Gati, sahabat Anis yang paling mengerti keadaan Anis hanya bisa menatap iba tubuh sahabatnya yang sekarang terkulai lemah diatas tempat tidur. Wajahnya pucat dan tubuhnya semakin kurus. Gati sangat mengerti perasaan Anis yang merasa sangat kehilangan Ruri kekasihnya. Kadang samar-samar dia mendengar Anis menyebut nama Ruri dalam tidurnya, dan hal itu membuat Gati menangis, tak sanggup melihat penderAnisan yang di rasakan oleh sahabatnya itu.
“Ta, gmn keadaan kamu sekarang?” tanya Gati ketika sahabatnya baru saja bangun.
“Alhamdulillah udah mendingan, udahlah nggak usah cemas gitu” jawab Anis, wajahnya terlihat pucat.
“Kamu masih mikirin Ruri, ya?”
“Maksud kamu?”
“Dari kemarin aku dengar kamu memanggil nama Ruri berkali-kali saat kamu lagi tidur. Kamu kepikiran dia lagi?” tanya Gati cemas.
“Iya, aku kangen sama dia. Apa dia menghubungiku?” jawab Anis.
“Setahu aku, sih, belum ada SMS ataupun telepon dari dia. Kenapa?”
“Enggak apa-apa, cuma mau tahu aja dia peduli atau nggak” jawabnya, wajahnya terlihat sedih.
“Apa perlu aku telepon dia untuk kasih tahu keadaan kamu?”
“Enggak usah, aku nggak mau dikasihani sama dia.”
Gati hanya bisa diam mendengar jawaban sahabatnya itu. Rasa kagum dan sedih bercampur di hatinya. Kagum akan ketegaran sahabatnya itu, tapi sedih melihat penderAnisan yang harus dialami Anis. Gati tahu di saat sakit seperti itu, pasti Anis ingin Ruri ada bersamanya, dan nggak meninggalkannya seperti ini.
Hampir tiga minggu Anis di rawat di rumah sakit, dan selama itu juga Gati selalu memperhatikan perkembangan kesehatan sahabatnya itu. Setiap kali Anis merasa sakit di tubuhnya ataupun tubuhnya demam, Anis selalu mendengarkan sebuah lagu ciptaan Ruri, mantan kekasihnya. Dan seperti mukjizat, keadaan Anis perlahan membaik setelah mendengar lagu itu. Gati akhirnya mengerti kerinduan Anis pada Ruri sangatlah besar hingga menyiksa seluruh tubuhnya bukan hanya hatinya.
Hingga suatu hari, tanpa sepengetahuan Anis, Gati menelpon Ruri yang ada di luar kota. Dia mencerAniskan keadaan Anis pada cowok itu, dan dia juga meminta Ruri untuk datang menemui Anis. Tapi, Ruri masih belum juga mau menemui Anis.
“Aku mohon sama kamu, Anis butuh kamu. Tolong datanglah ke Jakarta dan temui Anis walaupun hanya sebentar” ucap Gati.
“Aku belum bisa menemui dia, lagipula kehadiranku malah bisa membuat dia semakin sakit” jawab Ruri.
“Satu kali saja, tolong temui dia. Mungkin dengan bertemu denganmu dia bisa sembuh. Atau kamu akan menyesal” paksa Gati.
“Apa maksud kamu? Memang penyakitnya itu parah?”
“Datang dan lihatlah sendiri keadaan Anis sekarang. Sebelum kamu menyesal untuk selamanya” ucap Gati sebelum mengakhiri teleponnya.
* * *
Beberapa hari setelah telepon itu, Ruri mengabari Gati kalau dia akan ke Jakarta untuk menemui Anis. Gati yang mendapat kabar menggembirakan itu langsung menemui Anis. Tapi sayangnya Anis sedang tidur saat itu. Gati hanya bisa menunggu, sampai Ruri tiba di Jakarta dua hari lagi.
Hari itu akhirnya tiba juga. Ruri, orang yang selama ini di tunggu kedatangannya oleh Anis dan Gati akhirnya datang. Dia meminta Gati mengantarkannya ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, Ruri terdiam melihat keadaan gadis yang ada di kamar rawat itu. Sosok yang selama ini tidak pernah di jumpainya, kini dilihatnya dengan kondisi yang memprihatinkan. Selang infus terpasang di tangannya, matanya terpejam, tapi di kedua telinganya terpasang headset agar Anis bisa selalu mendengarkan lagu musik yang bisa menenangkan.
“Dia hanya sedang tidur. Tunggu saja, sebentar lagi juga dia bangun” ucap Gati yang berdiri di belakang Ruri.
“Sudah berapa lama dia seperti ini?” tanya Ruri, dia mulai berjalan mendekati tempat tidur Anis.
“Hampir satu bulan dia terbaring di tempat tidur itu. Sekarang coba kau dengar lagu yang sedang di dengarkan Anis” ucap Gati sambil melepas satu headset itu dan memberikannya pada Ruri.
Ruri terkejut ketika mendengar lagu itu, lagu yang pernah dia ciptakan untuk Anis dulu. Dia tidak menyangka gadis itu masih menyimpan rekaman lagu itu. Kedua matanya menatap wajah Anis yang tertidur.
“Itulah yang membuat Anis bertahan selama ini. Itu yang dia lakukan bila sedang merindukanmu. Suaramu yang sangat dia rindu” ucap Gati.
Ruri yang masih merasa terkejut perlahan memegang tangan Anis, kedua matanya tak lepas dari wajah Anis. Terlihat masih ada kasih sayang yang dalam dari tatapan itu. Tiba-tiba tangan yang di pegang Ruri bergerak, Anis bangun dari tidurnya. Dan dia terkejut ketika ada seorang cowok duduk di sampinya sambil memegang tangannya.
“Tenang, Ta. Dia Ruri, orang yang selama ini kamu rindu” ucap Gati.
“Ruri? Kenapa bisa ada disini?” tanya Anis yang masih terkejut.
“Maaf, ya. Aku yang menelpon dia dan meminta dia untuk datang menjengukmu. Karena aku nggak tega melihat kamu seperti ini terus.”
“Kenapa kamu bisa sampai kayak gini? Kenapa kamu nggak menjaga kesehatanmu?” tanya Ruri yang masih tetap menatap wajah Anis.
“Itu bukan urusanmu” sahut Anis sambil melepaskan genggaman Ruri.
“Waktu itu kamu kan udah janji, bisa terima keputusanku untuk mengakhiri hubungan kAnis, dan berjanji akan baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini?”
Anis hanya diam dan memalingkan wajahnya dari Ruri. Sementara Ruri masih terus berbicara pada Anis. Gati yang melihat itu hanya berharap keadaan Anis akan membaik setelah bertemu Ruri. Dan ternyata benar, setelah berdebat cukup lama akhirnya Anis dan Ruri mulai akrab kembali. Wajah Anis yang tadinya pucat juga mulai berubah cerah.
Pertemuan antara Anis dan Ruri terus berlangsung selama seminggu, dan selama itu keadaan Anis berangsur membaik. Suatu hari, Anis ingin pergi ke pantai bersama Ruri, dia ingin melihat sunset bersama orang yang di cintainya. Walaupun awalnya dokter, orang tua Anis, dan Ruri tidak setuju, tapi demi kesembuhan Anis, akhirnya mereka menyetujui permintaan Anis itu. Dan pergilah mereka berdua ke pantai untuk melihat sunset.
Di pantai itu, Ruri menyanyikan lagu yang baru di buatnya untuk Anis. Lagu yang liriknya adalah ciptaan Anis, dulu dia pernah meminta Ruri untuk menciptakan lagu dari lirik yang dibuatnya. Dan kini lagu itu telah selesai dan Ruri menyanyikannya secara langsung untuk Anis.
Keadaan yang sangat romantis itu membuat Anis bahagia. Berkali-kali dia tersenyum dan tertawa saat bersama Ruri. Kebahagiaan yang entah akan bertahan sampai kapan.
“Aku bahagia banget hari ini, karena bisa pergi sama kamu, tertawa dan melihat sunset bersama kamu. Dan yang lebih membahagiakan, aku bisa mendengar lagu itu secara langsung” ucap Anis sambil memandang langit.
“Aku juga senang bisa jalan sama kamu. Makanya kamu harus cepat sembuh, nanti kAnis bisa jalan-jalan lagi” sahut Ruri.
“Iya. Rasanya aku nggak ingin ini berakhir, aku ingin terus bersama kamu. Bahagia seperti ini.”
Ruri hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Anis. Lalu mencium kening Anis dengan lembut. Anis yang terkejut hanya bisa menatap Ruri, lalu tersenyum.
“Aku sayang kamu. Cepat sembuh, ya” ucap Ruri.
Air mata mengalir dari mata Anis. Suasana mengharukan itu terlihat sangat membahagiakan. Setelah itu mereka kembali ke rumah sakit karena Anis masih harus di rawat.
* * *
Sebuah kabar mengejutkan membuat Ruri dan Gati datang ke rumah sakit lebih pagi dari biasanya. Keadaan Anis yang belakangan ini mulai membaik, tiba-tiba drop. Semua dokter dan perawat sibuk mengatasi keadaan itu. Sedangkan Ruri, Gati dan keluarga Anis hanya bisa menunggu dan berdoa dari luar ruang ICU.
Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya dokter membolehkan mereka untuk masuk ruangan itu dan melihat kondisi Anis yang sudah sadar. Wajah gadis itu semakin pucat dan tubuhnya dingin. Tapi dia masih tersenyum saat melihat keluarga dan dua orang yang berharga baginya itu masuk ke kamarnya.
“Kamu nggak apa-apa kan, sayang?” tanya orang tua Anis.
“Aku baik-baik aja kok, Bu” sahut Anis yang masih lemah.
“Ruri, aku mau mendengar kamu menyanyi. Tolong nyanyikan lagu itu sekarang. Aku mau dengar” ucap Anis dengan suara yang hampir seperti bisikan.
“Nanti saja, sekarang kamu istirahat dulu” sahut Ruri.
“Aku mau mendengarnya sekarang. Aku lelah, ingin istirahat. Aku ingin mendengar lagu itu untuk menemani tidurku.”
“Nyanyikan saja” ucap Ibu Anis.
Akhirnya Ruri menyanyikan lagu yang ingin di dengar Anis itu. Tangannya menggenggam tangan Anis yang dingin, Anis juga menggenggamnya dengan erat seperti tak mau lepas lagi. Perlahan matanya terpejam dan akirnya dia tertidur. Tapi bukan tidur biasa, karena monitor yang menunjukkan gerakan jantung Anis perlahan berhenti, hingga akhirnya sebuah garis muncul di monitor itu. Dan tak ada lagi pergerakan grafik detak jantung Anis. Ruri yang dari tadi menggenggam tangan Anis merasa tangan Anis perlahan melepas genggamannya.
Mereka terus memanggil Anis, tapi dia tidak juga membuka matanya. Dokter juga sudah mengatakan kalau Anis telah pergi untuk selamanya. Air mata seperti tak bisa berhenti mengalir dari mata keluarga, Gati dan Ruri. Mereka tidak menyangka, Anis yang mereka kira akan segera sembuh ternyata meninggalkan mereka secepat itu.
Begitu juga Ruri, dia tidak mengira kalau lagu yang dia nyanyikan itu adalah lagu terakhir untuk Anis. Sebelum wajah Anis di tutupi kain putih, Ruri mencium kening gadis yang pernah di cintainya itu dengan lembut.
“Selamat jalan, sayang. Maafkan aku yang telah membuatmu seperti ini. Semoga kau tenang disana.”


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda