Lagu Terakhir Untuk Anis
Sudah
hampir dua jam Anis mondar-mandir mengelilingi kamarnya, gadis ini terlihat
sangat gelisah. Berulang kali dia melirik hp kecil yang ada di tempat tidurnya,
tapi tak ada satu pun pesan masuk yang tampak di hp itu.
“Kamu
kemana, sih? Kok sms ku nggak di balas-balas” gerutu Anis sambil memencet nomer
telepon dengan cepat.
Keesokan
harinya…
Seperti
biasa, Anis selalu mengirimkan ucapan selamat pagi pada kekasihnya sebelum dia
berangkat kuliah. Namun, hatinya kembali tak tenang ketika sang kekasih belum
juga membalas SMS-nya hingga sore hari. Berkali-kali dia mengirimkan SMS,
hingga akhirnya balasan yang ditunggu datang.
-aku
udah sholat dan makan kok-
Anis
langsung membalas SMS itu, tapi setelah beberapa kali SMS-an, dia merasa ada
yang aneh dengan pesan dari kekasihnya itu. Hingga akhirnya dia tahu kalau
ternyata yang membalas SMS itu bukanlah Ruri pacarnya, tapi temannya. Hal itu
membuat Anis sangat marah dan tidak membalas SMS itu lagi. Dia berharap
pacarnya akan menghubunginya dan meminta maaf langsung padanya.
Tapi
pertengkaran itu malah berlanjut hingga malam hari. Meskipun Ruri telah meminta
maaf, tapi Anis masih juga kesal dengan sikap Ruri yang tidak mau membalas
SMS-nya. Dan malam itu pun berakhir tanpa ada SMS dari keduanya.
Pertengkaran
kedua pasangan itu berakhir dengan kata putus yang dikirimkan lewat SMS oleh Ruri.
Hal itu membuat Anis yang sejak awal sudah sedih akhirnya menangis di depan
sahabat-sahabatnya. Dia tidak menyangka pacar yang selama ini sangat
dicintainya ternyata tega memutuskan hubungan mereka begitu saja. Namun,
setelah mendengar alasan Ruri yang sudah merasa tidak nyaman lagi dengan dia, Anis
akhirnya menerima keputusan itu dengan hati yang hancur.
Malam
harinya, Anis yang masih stres dengan kenyataan yang menyakitkan itu mendadak
jatuh sakit. Tubuhnya demam dan kadang dia menggigil. Dia berharap Ruri akan
menghubunginya dan bilang kalau mereka tidak jadi putus. Tapi harapan itu,
hanya menjadi harapan semata, karena tak satu pun SMS dari Ruri yang masuk ke
hp-nya.
*
* *
Sudah
hampir seminggu Anis sakit, hingga akhirnya dia harus di rawat di rumah sakit.
Tapi kondisinya belum juga membaik. Maag yang selama ini di derAnisnya ternyata
sudah sangat parah hingga menimbulkan pendarahan. Dokter pun mengatakan kalau
salah satu faktor yang menyebabkan penyakit Anis semakin parah adalah stres
yang dialaminya hingga membuat kondisi tubuhnya menurun.
Gati,
sahabat Anis yang paling mengerti keadaan Anis hanya bisa menatap iba tubuh
sahabatnya yang sekarang terkulai lemah diatas tempat tidur. Wajahnya pucat dan
tubuhnya semakin kurus. Gati sangat mengerti perasaan Anis yang merasa sangat
kehilangan Ruri kekasihnya. Kadang samar-samar dia mendengar Anis menyebut nama
Ruri dalam tidurnya, dan hal itu membuat Gati menangis, tak sanggup melihat
penderAnisan yang di rasakan oleh sahabatnya itu.
“Ta,
gmn keadaan kamu sekarang?” tanya Gati ketika sahabatnya baru saja bangun.
“Alhamdulillah
udah mendingan, udahlah nggak usah cemas gitu” jawab Anis, wajahnya terlihat
pucat.
“Kamu
masih mikirin Ruri, ya?”
“Maksud
kamu?”
“Dari
kemarin aku dengar kamu memanggil nama Ruri berkali-kali saat kamu lagi tidur.
Kamu kepikiran dia lagi?” tanya Gati cemas.
“Iya,
aku kangen sama dia. Apa dia menghubungiku?” jawab Anis.
“Setahu
aku, sih, belum ada SMS ataupun telepon dari dia. Kenapa?”
“Enggak
apa-apa, cuma mau tahu aja dia peduli atau nggak” jawabnya, wajahnya terlihat
sedih.
“Apa
perlu aku telepon dia untuk kasih tahu keadaan kamu?”
“Enggak
usah, aku nggak mau dikasihani sama dia.”
Gati
hanya bisa diam mendengar jawaban sahabatnya itu. Rasa kagum dan sedih
bercampur di hatinya. Kagum akan ketegaran sahabatnya itu, tapi sedih melihat
penderAnisan yang harus dialami Anis. Gati tahu di saat sakit seperti itu,
pasti Anis ingin Ruri ada bersamanya, dan nggak meninggalkannya seperti ini.
Hampir
tiga minggu Anis di rawat di rumah sakit, dan selama itu juga Gati selalu
memperhatikan perkembangan kesehatan sahabatnya itu. Setiap kali Anis merasa
sakit di tubuhnya ataupun tubuhnya demam, Anis selalu mendengarkan sebuah lagu
ciptaan Ruri, mantan kekasihnya. Dan seperti mukjizat, keadaan Anis perlahan
membaik setelah mendengar lagu itu. Gati akhirnya mengerti kerinduan Anis pada Ruri
sangatlah besar hingga menyiksa seluruh tubuhnya bukan hanya hatinya.
Hingga
suatu hari, tanpa sepengetahuan Anis, Gati menelpon Ruri yang ada di luar kota.
Dia mencerAniskan keadaan Anis pada cowok itu, dan dia juga meminta Ruri untuk
datang menemui Anis. Tapi, Ruri masih belum juga mau menemui Anis.
“Aku
mohon sama kamu, Anis butuh kamu. Tolong datanglah ke Jakarta dan temui Anis
walaupun hanya sebentar” ucap Gati.
“Aku
belum bisa menemui dia, lagipula kehadiranku malah bisa membuat dia semakin
sakit” jawab Ruri.
“Satu
kali saja, tolong temui dia. Mungkin dengan bertemu denganmu dia bisa sembuh.
Atau kamu akan menyesal” paksa Gati.
“Apa
maksud kamu? Memang penyakitnya itu parah?”
“Datang
dan lihatlah sendiri keadaan Anis sekarang. Sebelum kamu menyesal untuk
selamanya” ucap Gati sebelum mengakhiri teleponnya.
*
* *
Beberapa
hari setelah telepon itu, Ruri mengabari Gati kalau dia akan ke Jakarta untuk
menemui Anis. Gati yang mendapat kabar menggembirakan itu langsung menemui Anis.
Tapi sayangnya Anis sedang tidur saat itu. Gati hanya bisa menunggu, sampai Ruri
tiba di Jakarta dua hari lagi.
Hari
itu akhirnya tiba juga. Ruri, orang yang selama ini di tunggu kedatangannya
oleh Anis dan Gati akhirnya datang. Dia meminta Gati mengantarkannya ke rumah
sakit. Sesampainya di rumah sakit, Ruri terdiam melihat keadaan gadis yang ada
di kamar rawat itu. Sosok yang selama ini tidak pernah di jumpainya, kini
dilihatnya dengan kondisi yang memprihatinkan. Selang infus terpasang di
tangannya, matanya terpejam, tapi di kedua telinganya terpasang headset agar Anis
bisa selalu mendengarkan lagu musik yang bisa menenangkan.
“Dia
hanya sedang tidur. Tunggu saja, sebentar lagi juga dia bangun” ucap Gati yang
berdiri di belakang Ruri.
“Sudah
berapa lama dia seperti ini?” tanya Ruri, dia mulai berjalan mendekati tempat
tidur Anis.
“Hampir
satu bulan dia terbaring di tempat tidur itu. Sekarang coba kau dengar lagu
yang sedang di dengarkan Anis” ucap Gati sambil melepas satu headset itu dan
memberikannya pada Ruri.
Ruri
terkejut ketika mendengar lagu itu, lagu yang pernah dia ciptakan untuk Anis
dulu. Dia tidak menyangka gadis itu masih menyimpan rekaman lagu itu. Kedua
matanya menatap wajah Anis yang tertidur.
“Itulah
yang membuat Anis bertahan selama ini. Itu yang dia lakukan bila sedang
merindukanmu. Suaramu yang sangat dia rindu” ucap Gati.
Ruri
yang masih merasa terkejut perlahan memegang tangan Anis, kedua matanya tak
lepas dari wajah Anis. Terlihat masih ada kasih sayang yang dalam dari tatapan
itu. Tiba-tiba tangan yang di pegang Ruri bergerak, Anis bangun dari tidurnya.
Dan dia terkejut ketika ada seorang cowok duduk di sampinya sambil memegang
tangannya.
“Tenang,
Ta. Dia Ruri, orang yang selama ini kamu rindu” ucap Gati.
“Ruri?
Kenapa bisa ada disini?” tanya Anis yang masih terkejut.
“Maaf,
ya. Aku yang menelpon dia dan meminta dia untuk datang menjengukmu. Karena aku
nggak tega melihat kamu seperti ini terus.”
“Kenapa
kamu bisa sampai kayak gini? Kenapa kamu nggak menjaga kesehatanmu?” tanya Ruri
yang masih tetap menatap wajah Anis.
“Itu
bukan urusanmu” sahut Anis sambil melepaskan genggaman Ruri.
“Waktu
itu kamu kan udah janji, bisa terima keputusanku untuk mengakhiri hubungan kAnis,
dan berjanji akan baik-baik saja. Tapi kenapa sekarang kamu kayak gini?”
Anis
hanya diam dan memalingkan wajahnya dari Ruri. Sementara Ruri masih terus
berbicara pada Anis. Gati yang melihat itu hanya berharap keadaan Anis akan
membaik setelah bertemu Ruri. Dan ternyata benar, setelah berdebat cukup lama
akhirnya Anis dan Ruri mulai akrab kembali. Wajah Anis yang tadinya pucat juga
mulai berubah cerah.
Pertemuan
antara Anis dan Ruri terus berlangsung selama seminggu, dan selama itu keadaan Anis
berangsur membaik. Suatu hari, Anis ingin pergi ke pantai bersama Ruri, dia
ingin melihat sunset bersama orang yang di cintainya. Walaupun awalnya dokter,
orang tua Anis, dan Ruri tidak setuju, tapi demi kesembuhan Anis, akhirnya
mereka menyetujui permintaan Anis itu. Dan pergilah mereka berdua ke pantai
untuk melihat sunset.
Di
pantai itu, Ruri menyanyikan lagu yang baru di buatnya untuk Anis. Lagu yang
liriknya adalah ciptaan Anis, dulu dia pernah meminta Ruri untuk menciptakan
lagu dari lirik yang dibuatnya. Dan kini lagu itu telah selesai dan Ruri
menyanyikannya secara langsung untuk Anis.
Keadaan
yang sangat romantis itu membuat Anis bahagia. Berkali-kali dia tersenyum dan
tertawa saat bersama Ruri. Kebahagiaan yang entah akan bertahan sampai kapan.
“Aku
bahagia banget hari ini, karena bisa pergi sama kamu, tertawa dan melihat
sunset bersama kamu. Dan yang lebih membahagiakan, aku bisa mendengar lagu itu
secara langsung” ucap Anis sambil memandang langit.
“Aku
juga senang bisa jalan sama kamu. Makanya kamu harus cepat sembuh, nanti kAnis
bisa jalan-jalan lagi” sahut Ruri.
“Iya.
Rasanya aku nggak ingin ini berakhir, aku ingin terus bersama kamu. Bahagia
seperti ini.”
Ruri
hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Anis. Lalu mencium kening Anis dengan
lembut. Anis yang terkejut hanya bisa menatap Ruri, lalu tersenyum.
“Aku
sayang kamu. Cepat sembuh, ya” ucap Ruri.
Air
mata mengalir dari mata Anis. Suasana mengharukan itu terlihat sangat
membahagiakan. Setelah itu mereka kembali ke rumah sakit karena Anis masih
harus di rawat.
*
* *
Sebuah
kabar mengejutkan membuat Ruri dan Gati datang ke rumah sakit lebih pagi dari
biasanya. Keadaan Anis yang belakangan ini mulai membaik, tiba-tiba drop. Semua
dokter dan perawat sibuk mengatasi keadaan itu. Sedangkan Ruri, Gati dan
keluarga Anis hanya bisa menunggu dan berdoa dari luar ruang ICU.
Setelah
beberapa lama menunggu, akhirnya dokter membolehkan mereka untuk masuk ruangan
itu dan melihat kondisi Anis yang sudah sadar. Wajah gadis itu semakin pucat
dan tubuhnya dingin. Tapi dia masih tersenyum saat melihat keluarga dan dua
orang yang berharga baginya itu masuk ke kamarnya.
“Kamu
nggak apa-apa kan, sayang?” tanya orang tua Anis.
“Aku
baik-baik aja kok, Bu” sahut Anis yang masih lemah.
“Ruri,
aku mau mendengar kamu menyanyi. Tolong nyanyikan lagu itu sekarang. Aku mau
dengar” ucap Anis dengan suara yang hampir seperti bisikan.
“Nanti
saja, sekarang kamu istirahat dulu” sahut Ruri.
“Aku
mau mendengarnya sekarang. Aku lelah, ingin istirahat. Aku ingin mendengar lagu
itu untuk menemani tidurku.”
“Nyanyikan
saja” ucap Ibu Anis.
Akhirnya
Ruri menyanyikan lagu yang ingin di dengar Anis itu. Tangannya menggenggam
tangan Anis yang dingin, Anis juga menggenggamnya dengan erat seperti tak mau
lepas lagi. Perlahan matanya terpejam dan akirnya dia tertidur. Tapi bukan
tidur biasa, karena monitor yang menunjukkan gerakan jantung Anis perlahan
berhenti, hingga akhirnya sebuah garis muncul di monitor itu. Dan tak ada lagi
pergerakan grafik detak jantung Anis. Ruri yang dari tadi menggenggam tangan Anis
merasa tangan Anis perlahan melepas genggamannya.
Mereka
terus memanggil Anis, tapi dia tidak juga membuka matanya. Dokter juga sudah
mengatakan kalau Anis telah pergi untuk selamanya. Air mata seperti tak bisa
berhenti mengalir dari mata keluarga, Gati dan Ruri. Mereka tidak menyangka, Anis
yang mereka kira akan segera sembuh ternyata meninggalkan mereka secepat itu.
Begitu
juga Ruri, dia tidak mengira kalau lagu yang dia nyanyikan itu adalah lagu
terakhir untuk Anis. Sebelum wajah Anis di tutupi kain putih, Ruri mencium
kening gadis yang pernah di cintainya itu dengan lembut.
“Selamat
jalan, sayang. Maafkan aku yang telah membuatmu seperti ini. Semoga kau tenang
disana.”
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda